Kamis, 18 April 2013

Love Dilemma: "Lebih Baik Mutusin atau Diputusin"

Lebih Baik Mutusin atau Diputusin
Dimas dan Erika telah menjalin hubungan yang cukup serius selama lebih dari 2 tahun. Awalnya mereka merasa sangat cocok satu sama lain, keduanya sama-sama pintar dan memiliki selera humor yang baik. Dulu mereka bisa mengobrol berjam-jam di telpon dan selalu kangen ingin bertemu. Tapi seiring waktu, adaptasi dua kepribadian pasti menghasilkan konflik demi konflik. Dimas merasa Erika terlalu ganjen dan suka tebar pesona, membuatnya cemburu dan selalu curiga. Erika merasa Dimas terlalu menuntut dan posesif, tidak bisa mengerti bahwa dirinya memang suka bergaul.
Keduanya saling menyalahkan, tidak ada yang mau mengalah. Pertengkaran demi pertengkaran pun terjadi, terus menerus dan berulang-ulang, tanpa ada resolusi yang permanen. Jalan keluarnya hanya satu: PUTUS.

Sebuah hubungan tidak selalu berjalan mulus. Seringkali ketika masalah selalu muncul dan tidak bisa terselesaikan antara Anda dan pasangan Anda, jalan terbaik adalah berpisah. Perpisahan tidak selalu buruk, karena jauh lebih baik berpisah daripada harus terus menerus tinggal dalam sebuah hubungan yang tidak sehat dan saling menyakiti satu sama lain. Bila Anda dan pasangan Anda tidak bahagia, sama-sama menderita berada dalam hubungan, untuk apa lagi terus dipertahankan?

Tidak ada pemutusan hubungan yang tiba-tiba, masalah biasanya sudah timbul berbulan-bulan sebelumnya. Anda dan pasangan Anda sama-sama menyadari ketika hubungan yang terjalin sudah diambang perpisahan, bahkan sudah sering terlintas dalam benak Anda dan pasangan Anda untuk memutuskan hubungan tersebut. Tapi baik Anda dan pasangan Anda sama-sama saling menunggu waktu yang tepat, sama-sama tidak mau menjadi pihak yang disalahkan dan merasa kasihan pada pasangannya bila harus memutuskan hubungan.

Meskipun kedua belah pihak sudah sama-sama tahu, tapi mendengar kata “putus” rasanya seperti petir di siang bolong. Mengejutkan dan membuat jantung Anda berhenti sepersekian detik. Bila Anda harus memilih, manakah yang akan Anda pilih? Menjadi pihak yang memutuskan hubungan atau yang diputuskan? Di bawah ini adalah pro dan kontra antara kedua pihak tersebut.

MUTUSIN

Bila Anda menjadi pihak yang mutusin, maka Anda akan merasa lega karena akhirnya bisa putus juga setelah sekian lama berkutat dengan masalah. Bebas dan lepas dari segala beban masalah yang membuat hidup jadi stres selama ini. Lega karena akhirnya berani mengambil keputusan setelah berbulan-bulan menunggu waktu yang tepat dan memikirkan cara yang paling halus.
Tapi pihak yang mutusin biasanya akan menjadi pihak yang disalahkan, dianggap tak berperasaan, karena pihak yang diputuskan merasa dirinya menjadi korban dan dicampakkan. Karena itu, bila Anda menjadi pihak yang mutusin, kemungkinan besar Anda akan merasa bersalah ketika kekasih Anda menangis di hadapan Anda dan memohon untuk diberikan kesempatan sekali lagi. Anda akan merasa kasihan, dan akhirnya memberikannya kesempatan sekali lagi karena tidak tega melihat wajahnya yang memelas. Ketika itu terjadi, kecenderungannya adalah Anda akan merasa menyesal telah memutuskan kekasih Anda, merasa ragu atas keputusan Anda. Apalagi ketika Anda melihat mantan Anda dekat dengan orang lain, wah rasanya menyesal bukan main!

DIPUTUSIN

Bila Anda menjadi pihak yang diputuskan, maka Anda akan terbebas dari rasa bersalah. Karena sebagai “korban” Anda bisa menyalahkan kekasih Anda sebagai pihak yang tidak mau mempertahankan hubungan ini. Anda bisa berdalih dan meyakinkan diri Anda sendiri, bahwa Anda masih ingin memperbaiki hubungan tersebut tapi dia lah yang tidak mau memberikan kesempatan. Sebagai “korban”, Anda akan mendapatkan simpati banyak orang di kala sedih dan ketika Anda curhat.

Tapi pihak yang diputuskan adalah pihak yang cenderung ingin balikan karena tidak rela diputuskan begitu saja. Perasaan ingin balikan membuat Anda galau dan terpuruk dalam kesedihan yang berlarut-larut bila tidak segera ditangani. Yang paling parah ketika Anda menjadi pihak yang diputuskan adalah segala perasaan tidak diinginkan dan dicampakkan yang Anda rasakan. Merasa diri Anda tidak dihargai dan dibuang begitu saja seenaknya, bisa membuat Anda menjadi sangat marah dan kecewa. Bahkan bisa jadi Anda akan “dendam” kepada mantan Anda dan melakukan hal-hal bodoh seperti mengancam, memaki dengan kasar, melakukan aksi teror, dan sebagainya. Ini sudah menjadi kasus umum yang bisa Anda lihat di sekitar Anda.

Jadi, yang mana yang Anda pilih? Tidak ada yang lebih baik dan menguntungkan, karena dalam sebuah perpisahan kedua belah pihak merasakan sakit yang sama. Yang membedakan hanyalah konsekuensi dari posisi tersebut. Analoginya, sama seperti ketika Anda mengendarai mobil dan menabrak seorang pejalan kaki. Mungkin orang tersebut luka parah dan harus masuk rumah sakit, tapi Anda juga membayar biaya pengobatannya, berurusan dengan polisi, atau mungkin digebukin oleh warga setempat. Tidak ada yang diuntungkan, baik Anda dan orang tersebut akan merasakan kerugian.

Uraian di atas adalah kecenderungan yang terjadi bila sebuah hubungan putus karena pertengkaran dan ketidakcocokkan. Bila penyebab perpisahan adalah perselingkuhan, pertentangan keluarga, dan sebagainya, maka pola dinamikanya bisa bervariasi.

Sumber: Hitman System | Women & Relationship


Tidak ada komentar:

Posting Komentar