Dimas dan Erika telah menjalin hubungan yang cukup serius selama
lebih dari 2 tahun. Awalnya mereka merasa sangat cocok satu sama lain,
keduanya sama-sama pintar dan memiliki selera humor yang baik. Dulu
mereka bisa mengobrol berjam-jam di telpon dan selalu kangen ingin
bertemu. Tapi seiring waktu, adaptasi dua kepribadian pasti menghasilkan
konflik demi konflik. Dimas merasa Erika terlalu ganjen dan suka tebar
pesona, membuatnya cemburu dan selalu curiga. Erika merasa Dimas terlalu
menuntut dan posesif, tidak bisa mengerti bahwa dirinya memang suka
bergaul.
Keduanya saling menyalahkan, tidak ada yang mau mengalah.
Pertengkaran demi pertengkaran pun terjadi, terus menerus dan
berulang-ulang, tanpa ada resolusi yang permanen. Jalan keluarnya hanya
satu: PUTUS.
Sebuah hubungan tidak selalu berjalan mulus. Seringkali ketika
masalah selalu muncul dan tidak bisa terselesaikan antara Anda dan
pasangan Anda, jalan terbaik adalah berpisah. Perpisahan tidak selalu
buruk, karena jauh lebih baik berpisah daripada harus terus menerus
tinggal dalam sebuah hubungan yang tidak sehat dan saling menyakiti satu
sama lain. Bila Anda dan pasangan Anda tidak bahagia, sama-sama
menderita berada dalam hubungan, untuk apa lagi terus dipertahankan?
Tidak ada pemutusan hubungan yang tiba-tiba, masalah biasanya sudah
timbul berbulan-bulan sebelumnya. Anda dan pasangan Anda sama-sama
menyadari ketika hubungan yang terjalin sudah diambang perpisahan,
bahkan sudah sering terlintas dalam benak Anda dan pasangan Anda untuk
memutuskan hubungan tersebut. Tapi baik Anda dan pasangan Anda sama-sama
saling menunggu waktu yang tepat, sama-sama tidak mau menjadi pihak
yang disalahkan dan merasa kasihan pada pasangannya bila harus
memutuskan hubungan.
Meskipun kedua belah pihak sudah sama-sama tahu, tapi mendengar kata
“putus” rasanya seperti petir di siang bolong. Mengejutkan dan membuat
jantung Anda berhenti sepersekian detik. Bila Anda harus memilih,
manakah yang akan Anda pilih? Menjadi pihak yang memutuskan hubungan
atau yang diputuskan? Di bawah ini adalah pro dan kontra antara kedua
pihak tersebut.
MUTUSIN
Bila Anda menjadi pihak yang mutusin, maka Anda akan merasa lega
karena akhirnya bisa putus juga setelah sekian lama berkutat dengan
masalah. Bebas dan lepas dari segala beban masalah yang membuat hidup
jadi stres selama ini. Lega karena akhirnya berani mengambil keputusan
setelah berbulan-bulan menunggu waktu yang tepat dan memikirkan cara
yang paling halus.
Tapi pihak yang mutusin biasanya akan menjadi pihak yang disalahkan,
dianggap tak berperasaan, karena pihak yang diputuskan merasa dirinya
menjadi korban dan dicampakkan. Karena itu, bila Anda menjadi pihak yang
mutusin, kemungkinan besar Anda akan merasa bersalah ketika kekasih
Anda menangis di hadapan Anda dan memohon untuk diberikan kesempatan
sekali lagi. Anda akan merasa kasihan, dan akhirnya memberikannya
kesempatan sekali lagi karena tidak tega melihat wajahnya yang memelas.
Ketika itu terjadi, kecenderungannya adalah Anda akan merasa menyesal
telah memutuskan kekasih Anda, merasa ragu atas keputusan Anda. Apalagi
ketika Anda melihat mantan Anda dekat dengan orang lain, wah rasanya
menyesal bukan main!
DIPUTUSIN
Bila Anda menjadi pihak yang diputuskan, maka Anda akan terbebas dari
rasa bersalah. Karena sebagai “korban” Anda bisa menyalahkan kekasih
Anda sebagai pihak yang tidak mau mempertahankan hubungan ini. Anda bisa
berdalih dan meyakinkan diri Anda sendiri, bahwa Anda masih ingin
memperbaiki hubungan tersebut tapi dia lah yang tidak mau memberikan
kesempatan. Sebagai “korban”, Anda akan mendapatkan simpati banyak orang
di kala sedih dan ketika Anda curhat.
Tapi pihak yang diputuskan adalah pihak yang cenderung ingin balikan
karena tidak rela diputuskan begitu saja. Perasaan ingin balikan membuat
Anda galau dan terpuruk dalam kesedihan yang berlarut-larut bila tidak
segera ditangani. Yang paling parah ketika Anda menjadi pihak yang
diputuskan adalah segala perasaan tidak diinginkan dan dicampakkan yang
Anda rasakan. Merasa diri Anda tidak dihargai dan dibuang begitu saja
seenaknya, bisa membuat Anda menjadi sangat marah dan kecewa. Bahkan
bisa jadi Anda akan “dendam” kepada mantan Anda dan melakukan hal-hal
bodoh seperti mengancam, memaki dengan kasar, melakukan aksi teror, dan
sebagainya. Ini sudah menjadi kasus umum yang bisa Anda lihat di sekitar
Anda.
Jadi, yang mana yang Anda pilih? Tidak ada yang lebih baik
dan menguntungkan, karena dalam sebuah perpisahan kedua belah pihak
merasakan sakit yang sama. Yang membedakan hanyalah konsekuensi dari
posisi tersebut. Analoginya, sama seperti ketika Anda
mengendarai mobil dan menabrak seorang pejalan kaki. Mungkin orang
tersebut luka parah dan harus masuk rumah sakit, tapi Anda juga membayar
biaya pengobatannya, berurusan dengan polisi, atau mungkin digebukin
oleh warga setempat. Tidak ada yang diuntungkan, baik Anda dan orang
tersebut akan merasakan kerugian.
Uraian di atas adalah kecenderungan yang terjadi bila sebuah hubungan
putus karena pertengkaran dan ketidakcocokkan. Bila penyebab perpisahan
adalah perselingkuhan, pertentangan keluarga, dan sebagainya, maka pola
dinamikanya bisa bervariasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar